Minggu, 02 Desember 2012

Penyakit Epilepsi

     Penyakit epilepsi adalah sindrom gangguan fungsi otak kronik yang ditandai oleh serangan kejang berulang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak. Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang diantaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif diantara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang. Hasil penelitian Shackleton dkk (1999) menunjukkan bahwa angka insidensi kematian di kalangan penyandang epilepsi adalah 6,8 per 1000 orang. Sementara hasil penelitian Silanpaa dkk (1998) adalah sebesar 6,23 per 1000 penyandang. Epilepsi atau yang sering kita sebut ayan atau sawan tidak disebabkan atau dipicu oleh bakteri atau virus dan gejala epilepsi dapat diredam dengan bantuan orang-orang yang ada disekitar penderita.



       Penyebab epilepsi secara pasti memang tidak diketahui, dalam dunia medis hal ini biasanya disebut dengan idiopatik. Namun beberapa hal yang bisa menyebabkan epilepsi atau faktor predisisposisi penyakit epilepsi adalah : 
  1. Asfiksia neonatorum.
  2. Riwayat ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, (penggunaan obat-obatan, diabetes atau hipertensi).
  3. Pascatrauma kelahiran.
  4. Riwayat bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsan yang digunakan sepanjang kehamilan.
  5. Riwayat demam tinggi.
  6. Adanya riwayat penyakit pada masa kanak-kanak (campak, penyakit gondongan, epilepsi bakteri).
  7. Riwayat intoksikasi obat-obatan atau alkohol.
  8. Riwayat gangguan metabolisme dan nutrisi atau gizi.
  9. Riwayat keturunan epilepsi.
     Selanjutnya kita menginjak kepada patofisiologi dari epilepsi ini. Adanya predisposisi yang memungkinkan gangguan pada sistem listrik dari gangguan sistem saraf pusat pada suatu bagian otak akan menjadikan sel-sel tersebut memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan, secara berulang, dan tidak terkontrol (disritmia).
    Aktivitas serangan epilepsi dapat terjadi setelah suatu gangguan pada otak dan sebagian ditentukan oleh derajat dan lokasi dari lesi. Lesi pada mesensefalon, talamus, dan korteks serebri kemungkinan besar bersifat epileptogenik sedangkan lesi pada serebelum dan batang otak biasanya tidak menimbulkan serangan epilepsi (Brunner, 2003)



Insidensi
     Penelitian mengenai insidensi epilepsi terhadap penduduk di Rochester Minnesota AS dari tahun 1935-1984 mendapatkan angka 44/100.000 penduduk, dimana pria lebih banyak dibanding wanita secara signifikan, juga insidensi epilepsi lebih tinggi terjadi pada usia anak-anak dan usia lanjut. Penyakit serebrovaskular didapatkan sebagai penyebab terbanyak yang menduhului (11%), disusul defisit neurologis sejak lahir, retardasi mental dan / atau cerebral palsy (8%).

     Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa insidensi serangan oleh karena traumatic brain injury tertinggi terjadi pada 1 tahun pertama. Angka insiden tersebut rendah pada kasus cedera ringan (0,3/1000 per tahun), namun tinggi (10/1000 per tahun) pada cedera berat.

      Meski data sebelumnya menyebutkan bahwa insidensi tertinggi epilepsi diantara pasien dibawah usia 65 tahun terdapat pada anak-anak, namun bukti kuat terakhir tampaknya mengkonfirmasi kecenderungan insidensi spesifik-umur pada epilepsi dimana penurunan insidensi terjadi pada kelompok anak-anak dan peningkatan bergeser ke usia lebih tua.


Prevalensi 
     Adapun rata-rata prevalensi epilepsi aktif (serangan dalam 2 tahun sebelumnya) yang dilaporkan oleh banyak studi di seluruh dunia berkisar 4-6/1000. Dalam studi selama 10 tahun terhadap 6.000 populasi di Inggris menunjukkan bahwa prevalensi seumur hidup seluruh pasien dengan 1 atau lebih serangan afebril 20,3/1000 pada tahun 1983 menjadi 21/1000 pada tahun 1993, sedangkan prevalensi aktif dari 5,3/1000 pada tahun 1983 turun menjadi 4,3 /1000 tahun 1993.

   Berapa banyak pasien epilepsi di Indonesia, sampai sekarang belum tersedia data hasil studi berbasis populasi. Bila dibandingkan dengan negara berkembang lain dengan tingkat ekonomi sejajar, probabilitas penyandang epilepsi di Indonesia sekitar 0,7-1,0%, yang berarti berjumlah 1,5-2 juta orang. 


Gejala Penyakit Epilepsi

- Kejang parsial simplek
Dimulai dengan muatan listrik di bagian otak tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut. Penderita mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal, tergantung kepada daerah otak yang terkena. Jika terjadi di bagian otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan bergoyang dan mengalami sentakan; jika terjadi pada lobus temporalis anterior sebelah dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan. Pada penderita yang mengalami kelainan psikis bisa mengalami d?j? vu (merasa pernah mengalami keadaan sekarang dimasa yang lalu).
- Kejang Jacksonian
Gejalanya dimulai pada satu bagian tubuh tertentu (misalnya tangan atau kaki) dan kemudian menjalar ke anggota gerak, sejalan dengan penyebaran aktivitas listrik di otak. 
- Kejang parsial (psikomotor) kompleks
Dimulai dengan hilangnya kontak penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit. Penderita menjadi goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa tujuan, mengeluarkan suara-suara yang tak berarti, tidak mampu memahami apa yang orang lain katakan dan menolak bantuan.
Kebingungan berlangsung selama beberapa menit, dan diikuti dengan penyembuhan total.
- Kejang konvulsif (kejang tonik-klonikgrand mal)
Biasanya dimulai dengan kelainan muatan listrik pada daerah otak yang terbatas. Muatan listrik ini segera menyebar ke daerah otak lainnya dan menyebabkan seluruh daerah mengalami kelainan fungsi.
- Epilepsi primer generalisata
Ditandai dengan muatan listrik abnormal di daerah otak yang luas, yang sejak awal menyebabkan penyebaran kelainan fungsi. Pada kedua jenis epilepsi ini terjadi kejang sebagai reaksi tubuh terhadap muatan yang abnormal. Pada kejang konvulsif, terjadi penurunan kesadaran sementara, kejang otot yang hebat dan sentakan-sentakan di seluruh tubuh, kepala berpaling ke satu sisi, gigi dikatupkan kuat-kuat dan hilangnya pengendalian kandung kemih. Sesudahnya penderita bisa mengalami sakit kepala, linglung sementara dan merasa sangat lelah. Biasanya penderita tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama kejang.
- Kejang petit mal
Dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia 5 tahun. Tidak terjadi kejang dan gejala dramatis lainnya dari grand mal. Penderita hanya menatap, kelopak matanya bergetar atau otot wajahnya berkedut-kedut selama 10-30 detik. Penderita tidak memberikan respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh, pingsan maupun menyentak-nyentak.
- Status epileptikus
Merupakan kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi terus menerus, tidak berhenti. Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernafas sebagaimana mestinya dan muatan listrik di dalam otaknya menyebar luas. Jika tidak segera ditangani, bisa terjadi kerusakan jantung dan otak yang menetap dan penderita bisa meninggal.

Pencegahan 
  • Infeksi pada masa kanak-kanak harus dikontrol dengan vaksinasi yang benar, orang tua dengan anak yang pernah mengalami kejang demam harus diinstruksikan pada metode untuk mengkontrol demam (kompres dingin, obat anti peuretik).
  • Cidera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah, tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cidera kepala
  • Untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi daya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini (Brunner, 2002).
  • Pemeriksaan fisik
  • Elektro-ensafalograf
  • Pemeriksaan pencitraan otak

Pengobatan
Obat pertama yang paling lazim dipergunakan : (seperti sodium valporat, Phenobarbital dan phenytoin).
  • Ini adalah anjuran bagi penderita epilepsy yang baru
  • Obat-obat ini akan memberi efek samping seperti gusi bengkak, pusing, jerawat dan badan berbulu (Hirsutisma), bengkak biji kelenjar dan osteomalakia.
Obat kedua yang lazim digunakan : (seperti lamotrigin, tiagabin dan gabapetin).
  • Jika tidak terdapat perubahan kepala penderita setelah menggunakan obat pertama, obatnya akan di tambah dengan obatan kedua
  • Lamotrigin telah diluluskan sebagai obat pertama di Malaysia
  • Obat baru yang diperkenalkan tidak dimiliki efek samping, terutama dalam hal kecacatan sewaktu kelahiran.









2 komentar: